Hal-hal yang Menakjubkan di Kampung

Hal-hal yang Menakjubkan di Kampung
Kredit Gambar: Ilustrasi Kibrispdr.org

Loading

Ngkiong.com – Tulisan ini hanya sekadar mengulangi secuil kisah dan pengalaman di kampung. Liburan karena pandemi awalnya saya kira merugikan. Sebenarnya bukan liburan melainkan belajar mandiri di rumah selama pandemi. Maklum, usia remaja, saya masih semangat menghabiskan waktu untuk membolak-balik halaman buku. Apalagi, sebagian besar waktu remaja berada di lembah Sanpio. Awalnya ada rasa jenuh berada saat di sana, tetapi sekarang ada rindu yang mengusik hati, rindu minum kopi di bawah pohon yang sejuk. Rindu makan rebok dan  keripik di balik lemari ditemani secangkir kopi, dan kenangan-kenangan lain yang melekat dalam ingatan.

Ketika tiba di rumah, perasaan biasa-biasa saja. Mungkin, karena liburan yang tak diharapkan. Suasana kampung juga sangat berbeda, orang tidak lagi menjabat tangan atau bersalaman. Hanya anggukan kepala ketika berjumpa. Apalagi, perayaan paskah tahun ini hanya di rumah sendiri via online.

Awal masa belajar di rumah hanya sekadar kerja tugas. Menulis dan mengklik tombol kirim, itulah yang sering dilakukan setiap hari. Masa belajar lebih membosankan ketika jaringan internet tidak terlalu bersahabat. Muncul hilang, 4G jadi 3G atau E. Ditambah lagi, buku- buku bacaan sangat langkah di rumah. Hanya bermodal koran yang ditempel di dinding rumah yang sudah dibaca sejak masa sekolah dasar.

Baca juga: Pentingnya Menghafal Lagu Lawas, agar Tidak Kalah Saing Saat Ikut Pesta di Kampung

Selama sebulan  waktu dihabiskan dengan berdiam di rumah. Waktu itulah saya mulai menonton film Korea sebagai hiburan alternatif setelah koran bekas selesai dibaca. Awalnya, muncul perasaan gengsi karena menganggap nonton film Korea identik dengan perempuan. The King Eternal Monarch. Kalau tidak salah, itulah judulnya. Tentang seorang anak lelaki yang ingin membalas dendam kepada pamannya. Tentang cinta yang berbeda dunia. Kurang lebih seperti itu kisahnya.

Setelah selesai dengan film Korea, saya terpakasa kembali menikmati suasana kampung. Hal yang sering dilakukan kemudian adalah berkebun dan memanen hasil setelah dirawat berbulan-bulan. Di kebun saya banyak mendapatkan pelajaran hidup, tentang memahami bentuk solidaritas dan keakraban antar masyarakat yang tumbuh subur dan terawat dengan baik.

Ada yang sibuk mengangkat padi ke tempat rontok. Ada juga yang bertugas membersihkannya. Semua orang memiliki peran dan tugas masing-masing. Kekompakan juga menjadi bagian terbesar dari mereka. Anak muda bekerja sama dengan orang tua supaya pekerjaan cepat selesai.

Minum kopi pagi menjadi ajang bagi bapa-mama untuk berceletuk apa pun. Apa pun topik yang disampaikan, setiap orang langsung memberi tanggapan. Hebatnya, mereka berbicara dari pengalaman hidup mereka. Setiap orang saling mendengarkan dan hanya anggukan kepala sebagai tanda setuju. Anak-anak muda, biasanya hanya mendengarkan. Mereka berpikir, perbincangan orang tua terlalu rumit dan tidak seindah yang mereka miliki. Bapak-mama hanya membalas, “itulah perbedaan generasi kami dengan kamu.” Setiap kali kami berkumpul, itu merupakan kesempatan untuk mencari solusi dari setiap masalah, celetuk salah satu bapa tua. Alhasil, anak-anak muda selalu kalah. Atau mungkin hanya takut berdebat. Takut dinilai tidak menghormati yang lebih tua.

Topik yang tidak kalah eksis juga tentang kupon putih. Sejak saya di kampung, kupon putih kembali hadir di rumah-rumah masyarakat. Kupon putih menemani minuman sore bapak-mama di dapur ataupun di ruang tamu. Setiap pembicaraan selalu tentang kupon putih dan mimpi sebagai petunjuk tentang angka. Seluruh persoalan keluarga diabaikan, hanya karena kupon putih. Cerita tentang hari yang hampir usai tidak menemani sore hari tetapi segalanya kupon putih. Kupon putih menjadi pemenang di atas segalanya. Ada ketertarikan tersendiri bagi masyarakat di kampung terhadap judi dari negri Tirai Bambu tersebut.

Baca juga:Pelecehan Seksual di Kampus dan Urgensi Permendikbud No 30 Tahun 2021

Minum kopi menjadi sesuatu yang sakral karena akan ada kegiatan “toto kopi” yang menjadi petunjuk bagi masyarakat untuk mendapat angka yang akan dimainkan.

Malam hari pun, kupon putih menjadi bahan cerita sebelum kembali ke atas kasur nan empuk. Cerita angka yang keluar tadi pagi dengan penuh penyesalan yang tak ujung sampai. Stres karena salah menebak mimpi atau yang diisi dengan yang keluar hanya beda satu angka. Sebelum istirahat malam, masyarakat bukannya berdoa meminta perlindungan tetapi berharap ada mimpi yang bisa memberi petunjuk bagi mereka untuk mengisi angka esok pagi.

Itu biasa-biasa saja. Ada lagi yang lebih menakjubkan di lingkungan masyarakat. Ketika ada kematian dalam kampung misalnya, akan ada satu dua orang yang tetap membicarakan tentang kupon putih yang keluar. Ada yang kelakar menebak sesuai nama orang yang meninggal. Akibatnya, hanya rasa penyesalan ketika salah tebak. Bukan menyesal karena kepergian tetangga rumah tetapi lagi-lagi karena kupon.

Kupon putih membawa berkah sekaligus menyakitkan bagi masyarakat di kampung. Angka tebakan benar, wajah begitu senang dan ceriah. Saku bertambah tebal. Tebakkan salah, rasa penyesalan menyelimuti hati. Saku semakin menipis dan akhirnya bon untuk membeli angka. Keperluan rumah diabaikan hanya karena kupon putih.

Masyarakat tidak menghitung uang untuk membeli kupon. Mereka hanya euforia ketika tebakan benar. Meskipun uang yang keluar tidak sebanding dengan uang masuk.

Ren Setiawan : Alumni Seminari Pius XII Kisol

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Google Analytics Stats

generated by GAINWP