Ngkiong.com – Ada adagium yang menyatakan: hasil tidak akan pernah mengkhianati proses. Teman, kalau ada yang omong begitu, percaya saja: jangan pernah percaya. Beberapa hasil terkadang mengkhianati proses. Tidak semua hasil selalu setia kepada proses: ada beberapa hasil yang menyimpang jauh dari keagungan proses.
Ungkapan hasil tidak pernah mengkhianati proses berarti setiap hasil yang diberikan selalu sejalan dengan proses yang dilalui. Jika prosesnya baik, maka hasil juga pasti baik. Dalam konteks ini, hasil dan proses dapat dilihat sebagai suatu hubungan akibat-sebab. Hasil merupakan akibat atau efek dari suatu kegiatan, usaha, kerja, tindakan, atau peristiwa. Sementara, proses merupakan penyebab (pembuat sebab) suatu akibat. Hasil lahir sebagai akibat dari suatu proses (sebab).
Bagi saya, penekanan frase verba ‘tidak pernah’ dalam adagium ini rasanya terlalu GR dan berlebihan karena seolah-olah setiap proses yang baik pasti akan memberikan hasil yang baik pula. Percayalah teman, terkadang beberapa hasil mengkhianati proses. Kalo kalian-kalian tetap tidak mau percaya bahwa setiap hasil tidak akan pernah mengkhianati proses, saya akan berikan satu dua argumen yang bisa mematahkan ini adagium.
“Bagi saya, penekanan frase verba ‘tidak pernah’ dalam adagium ini rasanya terlalu GR dan berlebihan karena seolah-olah setiap proses yang baik pasti akan memberikan hasil yang baik pula,”
Baca Juga: Kisah Charles Darwin Jansen; Anak Petani Yang Tidak Pernah Bermimpi Jadi Anggota Polisi
Jadi begini, bagi saya selaku pengamat mantan –pengamat maksudnya pemerhati, semisal Bens Leo pengamat musik atau Boni Hargens pengamat politik, dll., bukan maksudnya orang yang suka mengamat-amati mantan-, penolakan atau momen cinta yang bertepuk sebelah tangan merupakan wujud nyata sebuah hasil yang mengkhianati proses. Dengan kata lain, momen patah hati sebelum jadian setelah sekian lama menghabiskan waktu bersama merupakan potret yang memperkuat argumen: beberapa hasil terkadang mengkhianati proses. Teman-teman yang pernah ditolak, patah hati, terpuruk, berantakkan, jatuh, tenggelam, dan bangkit lagi dari lautan luka dalam pasti pernah merasakannya.
Dalam suatu proses PDKT, ungkapan hasil tidak pernah mengkhianati proses bisa dilihat sebagai sebuah pengecualian. Dalam dunia per-PDKT-an, hasil tidak akan selalu sesuai dengan proses maupun prosedur yang telah dijalankan. SOP dan juknis ber-PDKT yang diadopsi dari mbah google (dengan analisa-analisa horoskopnya) mungkin sudah kita lakukan dengan baik dan benar tanpa kurang satu apapun; tapi itu tidak menjamin hasilnya akan sesuai dengan asumsi brengsek artikel-artikel mbah google. Hasil dari beberapa proses PDKT dalam konteks ini menjadi antitesis adagium lama di atas: hasil tidak akan pernah mengkhianati proses.
Bro-bro di sini mungkin pernah punya pengalaman di mana selama proses pendekatan yang panjang hasil akhirnya buruk sekali. Selama pendekatan kita barangkali mencoba menempatkan diri sebagai pribadi yang bisa dibilang serba bisa dalam segala hal. Dari yang sebelumnya malas baca tiba-tiba jadi sering upload buku karena tau dia suka tipe pasangan yang smart dan rajin baca; dari yang sebelumnya malas ke gereja jadi tiba-tiba rajin ke gereja trus buat playlist rohani karena tahu dia anaknya pengurus KBG dan suka tipe yang religius; dari yang sebelumnya hobi rebahan tiba-tiba suka lopas pagi dan aktif maen futsal sampe hahal pas tau dia suka olahraga; dari yang sebelumnya tidak tau main gitar jadi belajar gitar dan upload foto profil pegang gitar pas tau dia suka orang yang tau main alat musik; dari yang biasanya dekil, jadi suka mandi, wangi, mecing, dan pake Gatsby; lepas rokok dan sopi; pokoknya macam-macam!
“Dalam suatu proses PDKT, ungkapan hasil tidak pernah mengkhianati proses bisa dilihat sebagai sebuah pengecualian. Dalam dunia per-PDKT-an, hasil tidak akan selalu sesuai dengan proses maupun prosedur yang telah dijalankan,”
Baca Juga: Bona Jemarut: Didi Kempot-nya Manggarai
Beberapa yang lain berproses secara baik dan benar dengan rela jaga HP berjam-jam trus temani dia chat sampai dia ngantuk. Buat diri jadi wartawan: tanya-tanya dan basa-basi tidak jelas; paksa diri melucu walaupun lebih banyak garingnya; sok-sokan bijak; sok-sokan jenius dan cerdas: buat story WA dan status pake kutipan-kutipan orang bijak yang dia sendiri tidak kenal dan tidak pernah baca kisahnya; paksa diri jadi Spiderman yang siap menyelesaikan persoalannya dia; siap sedia siang malam untuk jadi telinga dan pemberi solusi untuk masalah hidupnya dia; sok-sokan peduli: ‘jan lupa pake jeket! saya tidak mau kau sakit!’, ‘jan begadang!’,’makan banyak e, saya mau lambungnya enu kuat hadapi ini dunia!’,‘makan sudah! kalo tidak makan, nanti saya marah!’ Halllaaaa!! Banyak sekali jenisnya itu suara buaya!
Beberapa bucin korban patah hati yang lain berproses dengan menempatkan diri sebagai ojek online yang selalu siap antar jemput 24 jam tak peduli apa pun kondisi cuaca. Hujan badai tida peduli. Ke mana pun dan kapan pun dia pergi selalu siap bantu 100 persen. Apapun halangan dan rintangan yang menghadang, intinya: pembantumu adalah jalan ninjaku! Kalo met suruh ke pasar pasti bawaannya malas, ehhh giliran diajak sama orang yang dia suka pasti langsung meluncur dalam hitungan sepersekian detik. Dasar anak durhaka! Beberapa yang lain rela kasi tinggal teman-teman pas lagi asyik-asyiknya kumpul. Dengan dalil: sori bro, mama minta antar ke pasar. Aduhh!! Saya berani dan berapi-api omong ini bagian karena saya pernah mengalaminya. ^_^
**
Beberapa contoh di atas merupakan ilustrasi singkat yang bisa kita posisikan sebagai suatu bentuk kegiatan, usaha, kerja, tindakan, atau peristiwa dikategorikan sebagai ‘sebab’. Dikatakan sebagai sebab karena hal-hal tersebut merupakan bagian dari proses yang dijalankan demi suatu hasil (akibat) baik. Dalam konteks ini, hasil (akibat) baik yang kita inginkan tentunya supaya dia bisa jawab IYA pas ditembak, semisal jawaban: ‘iya, saya mau menjadi teman hidupnya kau dalam susah dan senang, dalam untung dan malang’, iya to?Atau di sini ada yang susah-susah PDKT biar ditolak?
“Beberapa bucin korban patah hati yang lain berproses dengan menempatkan diri sebagai ojek online yang selalu siap antar jemput 24 jam tak peduli apa pun kondisi cuaca,”
Baca Juga: Penyesalan Mantan Mahasiswa Kupu-kupu
Pada beberapa kasus, proses-proses baik yang dijalankan selama ber-PDKT memang membuahkan hasil yang baik; dengan kata lain hasil tidak mengkhianati proses. Namun pada banyak kasus, setelah usaha dan perjuangan yang berdarah-darah dia cuma jawab: ‘kita temanan saja e, bisa to!?’,‘Hmm,, sa terlanjur anggap kau sebagai teman baik.’, ‘kau terlalu baik buat saya’, ‘kita weta laing-nara laing saja e!? Tidak apa-apa to?’ WTF! Enu, supaya kau tahu saya punya weta sudah terlalu banyak!
Setelah proses baik yang panjang, terjal, berliku-liku, dan berdarah-darah; ini hasil brengsek sekali. Kenapa Ariel dan Lee Min Ho pake proses yang jelek tapi hasilnya tetap baik?*
Penulis : Ichan Lagur*
Nanda Hendrik
11/06/2020 at 7:47 amTanpa lihat nama penulisnya, sudah bisa ditebak ini tulisan siapa. Cara menulis dan pilihan bahasanya unik. Semoga makin berkembang medianya 😇🤘
Rino Suharto
15/06/2020 at 9:42 amTerinspirasi dengan tulisan-tulisan di Blog Ngkiong ini. Saya salut dengan teman-teman yang sudah menerapkan tulisannya dalam blog ini.
Semoga lagu yang berjudul “Dere Ngkiong” di channel youtube saya menjadi pendukung blog in.😊
Mantapp. ..
Jones Luki
17/06/2020 at 3:41 pmHahaha Kaka Rino Suharto😂
Mantul da’at diksi MENERAPKAN ho’o e.
Ellen Jaimun
18/09/2020 at 4:08 pmKita weta nara laing saja ee😃😃
#super ka tulisannya🥰