Blogger yang Berguru pada Blogger

Blogger yang Berguru pada Blogger

Loading

Ngkiong.com-Barangkali setiap kita sepakat bahwa penyesalan adalah konsekuensi dari kesempatan yang diabaikan. Saya tidak perlu memberi contoh, toh semua paham dan pernah merasakan sebuah penyesalan.

Malam Senin, tanggal 22 Juni, sahabat sekaligus kae (bagi saya), Maria Pankatia me-mention saya pada sebuah postingan Facebook. Postingan itu berupa flyer yang berisi tentang kelas blog. Pada beberapa kesempatan, Kae Maria sering mengajak saya untuk ikut kegiatan tersebut. Saya pun beberapa kali menolak lantaran tidak punya biaya untuk mendaftar. Maklum, pada masa pandemik rupiah menjadi sangat sulit untuk didapat. Mungkin karena alasan itulah akhirnya Kae Maria memutuskan untuk tetap memasukkan saya dalam kelas tersebut tetapi dengan teknik bon (orang dalam).

Di banyak hal saya adalah kumpulan dari penyesalan-penyesalan. Dalam dunia cinta misalnya, saya adalah finalis yang berakhir dengan kata menyesal. Kesempatan itu pun tidak saya sia-siakan, apalagi mentor sekelas Armin Bell yang membawakan materi. Beliau adalah orang yang sudah banyak menikmati asam garam dalam dunia kepenulisan dan pengelola blog. Buku-buku dan artikel-artikel yang beliau tulis pasti selalu mendapat tempat di hati pembaca.

Baca Juga: Diskriminasi Tangan Kiri

Pada saat Kae Maria mengizinkan saya ikut melalui jalur “orang dalam”, saya membayangkan bahwa kelas blog itu nantinya akan berjalan menarik dan memudahkan kami untuk cepat mendapatkan uang dari web. Mengingat, beberapa waktu lalu saya dan beberapa teman memutuskan untuk membuat web kroyokan bernama Ngkiong. Bermodal kongsi, kami membuat dengan cita-cita web tersebut nantinya bisa membantu perekonomian dari masing-masing redaktur.

Benar saja, ketika kami dipertemukan dalam sebuah aplikasi zoom, saya melihat peserta yang ikut sudah sering muncul di media sosial dengan tulisan-tulisannya. Hampir semua orang-orang yang ikut telah memiliki nama di dunia blog atau tulis menulis. Mereka bahkan sudah merasakan bagaimana menikmati uang hasil dari blog yang mereka kelola. Sebut saja Kae Armin Bell yang menjadi mentor di kelas yang saya ikuti. Beliau adalah pemilik web Ranalino dan penulis buku Kumcer Perjalanan Mencari Ayam. Tidak diragukan lagi kapasitasnya sebagai seorang penulis dan pekerja seni. Atau Popin, salah satu pendiri web Tabe Ite, Dokter Ronal pemilik blog Opini Sehat dan anggota Klub Buku Petra yang kualitasnya sudah masuk skala nasional, atau Kae Vian Budiarto seorang aktor hebat di Komunitas Teater Saja.

Melihat nama-nama mereka, saya sempat berkecil hati lantaran menganggap pengetahuan dan kemampuan menulis saya kalah jauh dibandingkan dengan mereka. Saya merasa seperti ikan tembang di antara hiu-hiu.

Tangkapan Layar
Foto : Tangkapan Layar Zoom Meeting

Baca Juga: Multikulturalisme Sepakbola

Namun kembali ke ilmu padi, mereka adalah orang-orang yang merunduk meski isinya banyak. Terlihat dari beberapa percakapan yang mengasyikan dan cara mereka menerima orang baru. Saat kelas berlangsung saya lebih banyak diam dan mendengarkan mereka menceritakan bagaimanaa susahnya mereka membangun “rumah” yang besar dengan fondasi yang kuat.

Ketika bercerita itulah saya akhirnya sadar bahwa mimpi untuk menjadi kaya melalui dunia blog adalah petaka jika tidak punya keseriusan dalam mengolahnya. Bahwa ada perjalan panjang yang harus kami lalui sebelum menuju puncak mimpi; menjadi kaya melalui blog.

Saya adalah segelintir orang yang tidak sabar dalam segala hal. Misalnya ketika mengungkapkan perasaan ke orang yang saya cintai, dia seharusnya butuh waktu untuk menentukan pilihan dan menjawab, tetapi saya tidak memberikanya sedikit waktu. Alasanya sederhana, saya ingin cepat mendengarkan jawaban darinya yang saya anggap jawabanya sama dengan apa yang saya pikirkan (baper). Namun satu hal yang saya lupa, jawaban atau keputusan yang terlampau buru-buru adalah masalah di kemudian hari, dan hasil akhirnya menyesal.

Baca Juga: Bona Jemarut: Didi Kempot-nya Manggarai

Mendengar mereka menceritakan suka dukanya menjadi blogger dan penulis, saya akhirnya sadar bahwa sukses tidak semudah kita mengucapkannya. Melihat orang sukses memang membangkitkan semangat kita untuk mengikuti jejaknya, tetapi kita lupa bahwa ada banyak pertarungan yang mereka hadapi sebelum akhirnya menang. Dan kita, dengan kaca mata hitam putih, hanya melihat dua warna: mulai langsung sukses. Padahal ada begitu banyak warna lain yang kita tidak mau lihat: proses dan dinamika.

Dari Armin Bell dan teman-teman saya akhirnya sadar betapa penting mimpi dan usaha. Mimpi itu baik tetapi tanpa usaha dia hanya masuk ke analisa kupon putih (togel). Pun sebaliknya, usaha itu baik tetapi tanpa mimpi, kita seperti domba yang hilang dari kawannya. Mimpi harus sejalan dengan usaha, mempunyai cita-cita untuk sukses harus siap dan berusaha menghadapi “peperangan”. Mulai dari konsistensi hingga semangat yang tidak boleh luntur.

Ketika kelas blog selesai, ada banyak penyesalan baru yang muncul. Kelas tadi bukan hanya soal hal teknis mengelola blog tetapi yang lebih penting adalah bagaimana kita menyikapi peperangan sebelum blog itu bersanding dengan mimpi-mimpi kita.*

Oleh : Arsi Juwandy*

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Google Analytics Stats

generated by GAINWP